Proses Keberlangsungan Transisi Energi Harus Terjadi Agar Keberlanjutan Tetap Terjaga
Perubahan selalu terjadi.Dengan peradaban yang semakin pesat, energi harus mengejar kebutuhan yang ada untuk kehidupan masyarakat banyak. Untuk itulah diskusi khusus yang membahas proses produksi energi menuju bentuk terbaiknya selalu mengalir.
Dalam momentum G20, hadir diskusi B20 bertema Task Force Energy, Sustainability and Climate (TF ESC) Business 20 (B20) Indonesia.Chair of Task Force Energy, Sustainability, and Climate Business 20 (TF ESC-B20) Nicke Widyawati menjelaskan proses keberlangsungan transisi energi harus terjadi agar keberlanjutan tetap terjaga.
Hal ini dibahas dalam diskusi 'BloombergNEF (BNEF) Net Zero Summit' di rangkaian B20 yang digagas oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi serta The Asia Natural Gas and Energy Association (ANGEA).
Namun, proses transisi energi tidaklah dapat dicapai dengan singkat. Menurutnya, hal ini membutuhkan berbagai macam teknologi, biaya, serta sumber daya manusia yang mampu memenuhi standar pemenuhan kebutuhan energi terbarukan.
Sementara itu, ketika proses transisi terjadi, permintaan akan kebutuhan energi turut meningkat sehingga ketahanan energi skala besar tetap harus dijaga.
Strategi Pertamina
Secara lugas, Nicke Widyawati yang juga menjabat Direktur Utama PT Pertamina (Persero) menjelaskan berbagai strategi menghadapi tantangan keselarasan antara transisi dan kebutuhan energi.
Untuk mencapai aspirasi Net Zero Emission (NZE) sekaligus menjaga ketahanan energi di Indonesia, PT Pertamina telah menyusun strategi komprehensif yang disampaikan melalui dua pilar utama dan 3 implementasi menengah. Dua pilar utama tersebut antara lain bergerak fokus mengenai dekarbonisasi kegiatan bisnis, dan kedua adalah pengembangan bisnis hijau energi terbarukan.
Adapun tiga strategi jangka menengah yang mendukung rencana menggerakkan Net Zero Emission adalah:
pertama, mengembangkan standar penghitungan karbon yang telah memenuhi standar nasional dan internasional.
Kedua, pelibatan pemangku kepentingan untuk mendukung penuh target dan komitmen NZE nasional. Tujuan ini didukung oleh strategi investasi jangka panjang dari Pertamina.
Ketiga adalah inisiatif bisnis keberlanjutan ramah lingkungan Pertamina akan difokuskan pada Biofuels, sumber energi terbarukan, Sistem Penangkapan Karbon (CCS/CCUS), baterai serta mobil listrik, hidrogen, dan bisnis karbon sendiri.
Pertamina juga telah mengembangkan strategi untuk mendukung transisi energi dengan mengalokasikan biaya mobal (capex) untuk energi rendah emisi dan pengembangan EBT.
"Kami telah menetapkan tujuan untuk meningkatkan porsi Bisnis Hijau dalam bauran pendapatan Pertamina dari 5 persen pada tahun 2022 menjadi 13 persen pada tahun 2030," tegas Nicke saat menjelaskan detail mengenai porsi biaya modal untuk energi hijau.
Secara prediksi, pendapatan dari bahan bakar fosil diperkirakan akan menurun secara signifikan dari 86 persen pada tahun 2022 menjadi 66 persen pada tahun 2040. Tujuan dari optimisme alokasi modal tersebut telah dikoordinasikan dengan pemerintah Indonesia, dan memastikan bahwa hal tersebut telah selaras dengan target bauran energi Indonesia untuk energi baru terbarukan.
Untuk mengimbangi pembiayaan, Pertamina juga telah meramu strategi investasi jangka panjang yang terdiri dari 14 persen Capex untuk aksi bisnis energi hijau. Selain itu, Pertamina terus melanjutkan investasi pada bahan bakar fosil dan petrokimia sebagai tulang punggung bisnis saat inidalam upaya memastikan transisi energi tidak akan mengganggu ketahanan energi.
Selain strategi penyertaan modal, Pertamina juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk percepatan capaian target. Kolaborasi diperlukan dalam menghadapi tantangan yang sama selama transisi energi, terutama dalam teknologi dan pembiayaan.
"Biaya teknologi masih lebih tinggi daripada bahan bakar fosil. Itu sebabnya, kami terbuka untuk kemitraan dan kolaborasi, untuk mendorong inovasi dan menurunkan biaya teknologi," jelas Nicke.
Upaya kolaborasi digencarkan sebab saat ini penggunaan teknologi dalam energi baru terbarukan masih membutuhkan biaya mahal, sehingga harga jual kepada konsumen masih cukup tinggi. Dalam menekan biaya operasional tersebut, masalah pembiayaan diharapkan akan lebih banyak menarik investasi masuk. Baik internasional maupun domestikguna meningkatkan mekanisme pembiayaan global mendukung proyek transisi energi dan dekarbonisasi.
Advetorial detikNews
COPYRIGHT: detikcom
Tanggal akses: 16/11/2022
Posting Komentar untuk "Proses Keberlangsungan Transisi Energi Harus Terjadi Agar Keberlanjutan Tetap Terjaga"